Selasa sore (9-9-'08), sewaktu aku sedang menggoreng telor ceplok kesukaan si kecil di dapur, " Ibu... Ibu..., Kakak sudah bisa naik sepeda roda dua...!" Teriak Kakak dari arah belakang rumah.
"Sini ibu..., lihat...!" Panggilnya setengah memaksa agar aku cepat-cepat melihatnya menggunakan sepeda roda duanya.
"Bisakan?" Ujarnya senang, walaupun menurutku masih kaku dan kurang lancar.
"Nanti Kakak main sepeda di depan (jalan) ya? Bolehkan?" Tampak mimik muka pengharapan diwajahnya menunggu persetujuanku.
"Besok aja ya sayang, sepulang sekolah. Udah sore nih, tanggung!" Kataku. "Mandi dulu, trus belajar. Mana bentar lagi maghrib, belum sholat, trus buka, trus bla bla bla..." Aku membiasakan diri untuk memberikan penjelasan tentang apa saja pada anak-anak, terutama jika mereka mendapat jawaban NO dariku. Jadi walaupun mereka kecewa dengan jawabanku, paling enggak mereka tahu aku punya alasan yang jelas.
Subhanallah. Kakak tidak tahu betapa aku sangat terharu menyaksikannya mendemokan keahlian terbarunya itu. Aku hanya mengangkat kedua jempol tanganku karena pangkal lidahku tercekat dan tidak sanggup berkata-kata. Aneh ya? Anak 5 tahun yang bisa naik sepeda roda dua itu kan biasa banget, masa aku bisa sampe segitu terharunya sih, hehe... Terus terang aja, semenjak jadi ibu, rasanya aku jadi cengeng deh. Hal sekecil apapun bisa bikin aku terharu. Suer!
Tapi satu hal yang paling membuatku terharu adalah melihat kegigihannya untuk bisa mengendarai sepeda roda duanya itu lho. Aku selalu membandingkannya dengan diriku sendiri dan aku merasa malu. Aku merasa kecil di depan anak kecil, karena melihat semangat dan keberaniannya yang luar biasa. Aku merasa tidak memiliki hal itu pada saat aku masih seusianya, bahkan mungkin saat ini pun kalo mau diukur, bisa jadi semangatku masih kalah jika dibandingkan dengan semangat gadis kecilku itu.
Saat kecil dulu, pernah terjadi accidentlah antara aku dan sepeda yang membuatku ogah lagi naik sepeda. Sampe sekarangpun walaupun udah enggak ogah lagi, tapi pasti deg-degannya luar biasa kalau disuruh naik sepeda dan sepeda motor, padahal cuma diboncengin doang. Cemen yach?!
Waktu ngelihat Kakak belajar pake sepeda roda dua, walaupun enggak secara langsung berdoa sama Allah, sebenernya aku sempet ngerasa ngobrol sih sama Allah (sok deket banget ya sama Allah? Hehe...). Dalam hati kubilang, "Ya Allah, gimana ya caranya supaya aku bisa ngajarin Salma naik sepeda? Aku enggak tahu niiih!" Sejujurnya aku merasa punya tanggung jawab untuk mengajarinya menggunakan sepeda roda dua dengan baik dan benar sampai bisa dan lancar, tapi aku benar-benar enggak tahu bagaimana cara untuk memulainya. Eeeh, belum lagi aku berdoa sungguhan agar anakku bisa cepet bisa naik sepeda, Allah sudah lebih dulu mengabulkannya. Alhamdulillah, sungguh nikmat yang luar biasa dari Allah. Hilang satu lagi bebanku kan? Hihihi...
Aku juga belajar membiasakan diri untuk menepati janji pada anak-anak. Kalau aku berjanji sepulang sekolah Salma boleh main sepeda, ya insyaAllah begitulah adanya. Lihat, ada fotonya kan (masih menggunakan kaos olahraga)? Dan sejak Selasa bersejarah itu, bersepeda akhirnya menjadi bagian dari kegiatan rutin anak-anak. Tapi berhubung bulan puasa begini, kalau siang suasananya panas banget (Kakak juga sedang belajar puasa) dan aku enggak mau nanti diprotes sama suamiku kenapa anak-anaknya jadi gosong. Terpaksa jadwal bermain sepedanya diganti selepas pulang shalat tarawih. Lebih adem dan tenang karena udah enggak banyak kendaraan yang lalu lalang. Yang pasti sih, enggak perlu takut lagi bakalan diprotes sama ayahnya anak-anak. Hehe...
Peace!
"Bisakan?" Ujarnya senang, walaupun menurutku masih kaku dan kurang lancar.
"Nanti Kakak main sepeda di depan (jalan) ya? Bolehkan?" Tampak mimik muka pengharapan diwajahnya menunggu persetujuanku.
"Besok aja ya sayang, sepulang sekolah. Udah sore nih, tanggung!" Kataku. "Mandi dulu, trus belajar. Mana bentar lagi maghrib, belum sholat, trus buka, trus bla bla bla..." Aku membiasakan diri untuk memberikan penjelasan tentang apa saja pada anak-anak, terutama jika mereka mendapat jawaban NO dariku. Jadi walaupun mereka kecewa dengan jawabanku, paling enggak mereka tahu aku punya alasan yang jelas.
Subhanallah. Kakak tidak tahu betapa aku sangat terharu menyaksikannya mendemokan keahlian terbarunya itu. Aku hanya mengangkat kedua jempol tanganku karena pangkal lidahku tercekat dan tidak sanggup berkata-kata. Aneh ya? Anak 5 tahun yang bisa naik sepeda roda dua itu kan biasa banget, masa aku bisa sampe segitu terharunya sih, hehe... Terus terang aja, semenjak jadi ibu, rasanya aku jadi cengeng deh. Hal sekecil apapun bisa bikin aku terharu. Suer!
Tapi satu hal yang paling membuatku terharu adalah melihat kegigihannya untuk bisa mengendarai sepeda roda duanya itu lho. Aku selalu membandingkannya dengan diriku sendiri dan aku merasa malu. Aku merasa kecil di depan anak kecil, karena melihat semangat dan keberaniannya yang luar biasa. Aku merasa tidak memiliki hal itu pada saat aku masih seusianya, bahkan mungkin saat ini pun kalo mau diukur, bisa jadi semangatku masih kalah jika dibandingkan dengan semangat gadis kecilku itu.
Saat kecil dulu, pernah terjadi accidentlah antara aku dan sepeda yang membuatku ogah lagi naik sepeda. Sampe sekarangpun walaupun udah enggak ogah lagi, tapi pasti deg-degannya luar biasa kalau disuruh naik sepeda dan sepeda motor, padahal cuma diboncengin doang. Cemen yach?!
Waktu ngelihat Kakak belajar pake sepeda roda dua, walaupun enggak secara langsung berdoa sama Allah, sebenernya aku sempet ngerasa ngobrol sih sama Allah (sok deket banget ya sama Allah? Hehe...). Dalam hati kubilang, "Ya Allah, gimana ya caranya supaya aku bisa ngajarin Salma naik sepeda? Aku enggak tahu niiih!" Sejujurnya aku merasa punya tanggung jawab untuk mengajarinya menggunakan sepeda roda dua dengan baik dan benar sampai bisa dan lancar, tapi aku benar-benar enggak tahu bagaimana cara untuk memulainya. Eeeh, belum lagi aku berdoa sungguhan agar anakku bisa cepet bisa naik sepeda, Allah sudah lebih dulu mengabulkannya. Alhamdulillah, sungguh nikmat yang luar biasa dari Allah. Hilang satu lagi bebanku kan? Hihihi...
Aku juga belajar membiasakan diri untuk menepati janji pada anak-anak. Kalau aku berjanji sepulang sekolah Salma boleh main sepeda, ya insyaAllah begitulah adanya. Lihat, ada fotonya kan (masih menggunakan kaos olahraga)? Dan sejak Selasa bersejarah itu, bersepeda akhirnya menjadi bagian dari kegiatan rutin anak-anak. Tapi berhubung bulan puasa begini, kalau siang suasananya panas banget (Kakak juga sedang belajar puasa) dan aku enggak mau nanti diprotes sama suamiku kenapa anak-anaknya jadi gosong. Terpaksa jadwal bermain sepedanya diganti selepas pulang shalat tarawih. Lebih adem dan tenang karena udah enggak banyak kendaraan yang lalu lalang. Yang pasti sih, enggak perlu takut lagi bakalan diprotes sama ayahnya anak-anak. Hehe...
Peace!
wow, very special, i like it.
ReplyDeleteits good to know about it? where did you get that information?
ReplyDelete