Skip to main content

Berumah tangga = Berjuang

Hampir 7 tahun usia pernikahanku dan suamiku, serta sebelumnya sempat dua setengah tahun pacaran, rupanya tidak membuatku benar-benar mengenalnya dengan baik. Justru banyak hal baru yang terkadang cukup mengejutkan aku temui pada dirinya.

Sejak menikah hingga beberapa waktu lalu, suamiku seringkali bertanya mengapa aku mencintainya. Dan sungguh, aku enggak tahu kenapa. Aku hanya mencintainya tanpa pernah tahu apa sebabnya. Kalau aku jawab karena dia ganteng, aku boong dong. Kalau karena kegantengan doang, dulu banyak juga cowok-cowok yang lebih ganteng yang naksir sama aku lho (narsis banget ya, hihihi). Lalu kalau aku jawab karena dia kaya, enggak mungkin. Semua orang juga tahu bagaimana awal kehidupan rumah tangga kami hingga saat ini. Dan kalau aku bilang karena dia baik, sesekali aku merasa dia tidak terlalu baik juga padaku, hehe... (I love you, peace!) Tapi sekarang aku tahu jawabannya mengapa Allah menakdirkan aku mencintainya. Karena dengan mencintai dan menikahinya aku mendapat pelajaran terbesar dalam hidupku.

Kami adalah dua karakter yang jauh berbeda, kadang bisa asyik, tapi enggak sering juga kami seperti tokoh kartun, Tom and Jerry. Sebenarnya aku cukup mengaguminya dalam banyak hal. Misalnya waktu bulan kemarin mas Yon memutuskan untuk pulang dengan mengendarai motor pp, Jakarta-Sidoarjo. Walaupun menurut kami, aksinya itu bisa dibilang nekat. Tapi kami hargailah tekadnya. Dan aku bangga padanya. Tapi cukup sekali itu aja kali ya... And I'm fallin' in love with him again and again ketika dia mulai memainkan dawai-dawai gitarnya. Kangen juga jadinya, pengen nyanyi-nyanyi kayak dulu... Tapi yang utama sih buat aku, mas Yon adalah guru komputer sekaligus mentor yang membuatku belajar untuk jadi orang yang lebih sabar, kuat dan mandiri.

Oh ya, beberapa hari lalu dia sempat mengatakan suatu hal yang dia tahu sudah membuatku merasa sakit hati. Hari berikutnya suamiku sudah bersikap biasa lagi tapi aku masih merasa bingung apakah persoalan yang kita bicarakan sudah selesai, sedangkan aku tidak mendengar ucapan permintaan maaf darinya. Tentu saja sampai beberapa hari aku masih sewot karena merasa seharusnya dia mengucapkan sesuatu padaku sebagai tanda bahwa masalah yang kemarin sudah berakhir.

Aku merasa terganggu dengan hal semacam itu, walaupun nampaknya bukan masalah yang terlalu besar. Tapi masalah sekecil apapun harus sesegera mungkin diselesaikan dan tidak dibiarkan mengambang lalu menghilang begitu saja. Ibarat bisul nih, kalau tiba-tiba pecah bisa berabe, sakitnya enggak ketulungan. Akhirnya aku memilih untuk lebih aktif meminta maaf, walaupun kadang aku merasa dia adalah pihak yang bersalah. Tapi enggak pa-palah, yang penting hatiku tenang. Enggak judeg. Lagipula aku selalu ingat pesan ayahku untuk selalu memaafkan dan meminta maaf kepada orang lain. Jangan sampai ada sikap kita yang tanpa sengaja menyakiti hati orang. Meminta maaf bukan bukan berarti kalah, tapi sebuah tanda kebesaran hati. Dan yang paling penting, semoga Allah meridhoi dan juga memaafkan kealpaan kita.

Terkadang aku juga merasa suamiku egois. Pada saat dia kangen dan membutuhkan kami, bisa berkali-kali dalam sehari dia menelepon kami di rumah. Tapi kalau aku yang kangen sama dia dan sedang membutuhkan teman untuk bicara dan berbagi, seringkali aku harus mengerti dengan kesibukannya, aku harus berbagi waktu dengan teman-temannya, atau kadang ditinggalkannya aku bicara sendiri dan mendengar dengkurannya. Kadang aku merasa cemburu dengan teman-temannya yang bisa punya banyak waktu dengan suamiku dibandingkan aku dan anak-anak.

Yah, aku ini manusia biasa. Adakalanya aku merasa lelah dengan kondisi yang semacam ini terus. Apalagi aku ini bukan tipe istri yang pandai memuji. Aku lebih suka bicara apa adanya (tapi memang itukan fungsi dari istri, mengatakan kejujuran). Kalau jelek ya dibilang jelek, kalau bagus ya bilang bagus dong. Kalau pujian justru melenakan dan tidak membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik dan maju, lalu untuk apa.

Sebagai istri aku merasa punya kewajiban untuk selalu mengingatkan suami. Aku merasa apapun yang dikerjakan oleh suamiku (secara langsung atau tidak langsung) akan selalu memberikan dampak untuk kami, istri dan anak-anaknya. Karena itu aku tidak bosan-bosan selalu mengingatkannya agar tidak lalai akan sholat dan mengingat Allah, agar menjaga kesehatan, menjaga hati dan tingkah laku.

Seorang suami adalah pemimpin bagi keluarga, kalau seorang pemimpin tidak bisa memimpin diri dan hatinya, bagaimana dia akan memimpin keluarganya. Rumah tangga adalah sebuah komitmen lahir bathin, dunia akhirat, dan sebuah pertanggung jawaban besar dihadapan Allah. Bagaimana mungkin aku akan bermain-main dalam perkawinan dan rumah tangga, sekuat tenaga aku akan menjaganya (karena ada kisah perjuangan dan nano-nano didalamnya), hingga Allah yang memutuskan bahwa jodohku sudah habis masa alias kadaluarsa. Lagipula aku enggak suka neko-neko, aku cuma ingin hidup tenang, hidup lurus, punya anak-anak yang pintar, sholih dan sholihah. Aku ingin keluarga ini menjadi tempat untuk kembali, tempat untuk berbagi kisah, bahagia maupun sedih, bagi seluruh anggota didalamnya. Terutama untuk anak-anak, bahkan hingga kelak mereka dewasa. Seperti apa yang aku rasakan sekarang, keluargakulah adalah tempatku berbagi kisah, tempatku membagi sedikit beban dibahuku. Aku ingin anak-anak mendapat kesempatan yang sama bahkan harus lebih baik dariku.

Untuk suamiku. Bersyukurlah, sayang karena Allah masih memberikan begitu banyak nikmat dan keselamatan untukmu dan kita semua. Segala sesuatu yang ada di dunia hanyalah titipan, bahkan ruh yang menempati raga kita, bukanlah milik kita. Jangan sia-siakan kesempatan untuk kembali kepadaNya, selagi nyawa masih dikandung badan. Semoga Jakarta menjadikanmu pribadi yang lebih matang dan dewasa, menjadikanmu pribadi yang bijaksana dan lebih menghargai arti dari sebuah keluarga. Semoga Allah selalu menjagamu dari sifat egois dan individualitis (penyakitnya orang kota besar) serta melindungimu dari segala kejahatan dan perbuatan dosa. Aamiin.

Ayah, we don't need a rock star. Yang kami butuhkan hanyalah seorang suami dan ayah yang hadir untuk kami.

Comments

Popular posts from this blog

Raport

"Kenapa Adek butuh nilai?" "Untuk raport." "Supaya?" "Bisa ikut ujian." "Supaya?" "Dapet ijazah." "Supaya?" "Dapet kerja, mungkin..." "Kan Adek mau jadi gamers, emang butuh ijazah?" "Nggak juga sih..." "Lagian siapa yg mau kerja boring kayak ayah gitu." "Tanggung jawab, nak untuk keluarga." "Ooo, oke!" (+_+) posted from Bloggeroid

Alhamdulillaah...

Baru dapat rejeki, eh malem-malem ada yang ketok pintu mau pinjam uang. Mungkin duitnya emang dititipin oleh Allah buat dipinjemin dulu kali ya... Kira-kira itu duit bakal dibalikin nggak ya sama orangnya? Hadeeeeh, ikhlas nggak sih sebenarnyaaaaa? Hiks :D

Secepat Mobil?

Ibu : Anak-anak, mulai besok kita belajar matematikanya ngebut ya? Sepertinya kita agak ketinggalan nih... Adek : Secepat mobil supersonic atau mobil F1? Gubrak ( )(^^)( ) posted from Bloggeroid