Pemilu adalah sebuah pesta rakyat dan demokrasi. Bahkan pemerintah dan media massa dengan gencar mengajak rakyat untuk meramaikan hajatan besar ini, seakan-akan memilih merupakan sikap yang lebih baik dibandingkan dengan tidak memilih. Sosialisasi pemilu juga sudah jauh-jauh hari dilakukan oleh KPU pusat dan daerah, melalui banyak media. Surat kabar, televisi, bahkan sosialisasi langsung ke masyarakat. Tapi yang lebih menghebohkan tentu saja sosialisasi caleg-calegnya, sampai pohon-pohon tak berdosapun menjadi sasaran kampanye mereka.
Sebagai masyarakat awam, aku melihat euforia pemilu ini seperti menumbuhkan pahlawan-pahlawan kesiangan. Orang-orang yang sebelumnya bahkan sama sekali tidak pernah kita tahu apakah dia pernah ada, tiba-tiba saja meneriakkan kata-kata yang seakan-akan keberadaannya akan membawa perubahan bagi bangsa ini. Orang-orang yang tadinya bungkam, tiba-tiba kembali berteriak akan membawa nasib bangsa ini ke arah yang lebih baik. Kemana aja, ibu-ibu bapak-bapak calon wakil rakyat yang terhormat. Apakah perubahan baru akan diperlihatkan ketika semua mata sedang tertuju padamu. Bukankah membangun negeri adalah tugas kita bersama sebagai sesama anak bangsa. Baik pemilu atau tidak. Mereka boleh saja berteriak, untuk rakyat, demi rakyat. Tapi ketika sudah memimpin, rakyat adalah korban pertama dari kekuasaan dan keserakahan mereka. Apakah begitu penting untuk menjadi partai atau orang yang paling berkuasa di negeri ini, tapi esensi yang sebenernya menjadi terlupakan. Lalu ketika kalah, memilih menjadi oposisi. Menyerang kebijakan pemerintah, bahkan kebijakan yang bagus sekalipun. Aku rasa janganlah rakyat terus yang selalu disuruh untuk berpikir dewasa, para pemimpin juga harus belajar dan memberi contoh bagaimana menyikapi sebuah kekalahan dalam kedewasaan.
Sebagai masyarakat awam, aku melihat euforia pemilu ini seperti menumbuhkan pahlawan-pahlawan kesiangan. Orang-orang yang sebelumnya bahkan sama sekali tidak pernah kita tahu apakah dia pernah ada, tiba-tiba saja meneriakkan kata-kata yang seakan-akan keberadaannya akan membawa perubahan bagi bangsa ini. Orang-orang yang tadinya bungkam, tiba-tiba kembali berteriak akan membawa nasib bangsa ini ke arah yang lebih baik. Kemana aja, ibu-ibu bapak-bapak calon wakil rakyat yang terhormat. Apakah perubahan baru akan diperlihatkan ketika semua mata sedang tertuju padamu. Bukankah membangun negeri adalah tugas kita bersama sebagai sesama anak bangsa. Baik pemilu atau tidak. Mereka boleh saja berteriak, untuk rakyat, demi rakyat. Tapi ketika sudah memimpin, rakyat adalah korban pertama dari kekuasaan dan keserakahan mereka. Apakah begitu penting untuk menjadi partai atau orang yang paling berkuasa di negeri ini, tapi esensi yang sebenernya menjadi terlupakan. Lalu ketika kalah, memilih menjadi oposisi. Menyerang kebijakan pemerintah, bahkan kebijakan yang bagus sekalipun. Aku rasa janganlah rakyat terus yang selalu disuruh untuk berpikir dewasa, para pemimpin juga harus belajar dan memberi contoh bagaimana menyikapi sebuah kekalahan dalam kedewasaan.
Sejak aku mempunyai hak suara untuk memilih, aku tidak pernah absen untuk mengikuti pemilu. Alasannya sih satu aja, aku enggak suka hak suaraku digunakan orang lain. Lagipula, aku orang yang sangat optimis. Aku percaya Indonesia akan menjadi negara yang lebih baik dan maju daripada sekarang. Asalkan para pemimpin negeri ini berani dengan tegas menegakkan hukum, terutama untuk para koruptor, pemakan duit rakyat yang bahkan masih bisa hidup enak di dalam penjara dan memperlihatkan senyum manisnya pada masyarakat yang sudah disunat haknya melalui layar televisi mereka. So what's the use of contreng, kalo cuma segitu doang hasilnya.
Tadi pagi aku niat banget berangkat ke TPS. Tapi tidak seperti penduduk Indonesia yang lain, niatku buat mencontreng cuma satu. Ambil gambar (biarpun lagi ngga fit, yang penting gaya), hihihi... Sejujurnya, aku tidak terlalu peduli siapa yang menang. Aku bahkan tidak memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di DPD/DPR itu karena memang aku tidak tahu siapa-siapa saja mereka. Partai yang banyak juga tidak membuatku bingung. Bukan berarti aku tahu semua lho partai-partai yang ada. Aku hanya sudah memutuskan partai mana yang harus contreng dan hafalkan nomernya. Aku hanya memilih partai yang aku anggap paling bersih, yang mungkin akan membawa perubahan, yang mungkin akan berani berkata tidak pada kebijakan pemerintah yang nantinya akan tidak berpihak kepada rakyat. Yah, semuanya mungkin. Karena hasilnya baru bisa dilihat setelah pemilu telah usai dan para anggota legislatif itu bekerja di DPR.
Banyak juga lho anggota keluargaku yang golput. Enggak nyalahin mereka juga sih, pasti mereka punya alasan sendiri kenapa enggak mencontreng. Mungkin mereka bosan dengan janji-janji atau tidak puas dengan partai yang udah ada atau cuma karena males aja. Hihihi, boleh ajakan?
Banyak juga lho anggota keluargaku yang golput. Enggak nyalahin mereka juga sih, pasti mereka punya alasan sendiri kenapa enggak mencontreng. Mungkin mereka bosan dengan janji-janji atau tidak puas dengan partai yang udah ada atau cuma karena males aja. Hihihi, boleh ajakan?
Comments
Post a Comment