Skip to main content

Ayah, My Number One Supporter

Melihat Salma menangis dan mendengar suara didadanya yang menderu-deru menahan amarah, sedih sekali rasanya. Andaikan aku bisa sedikit mengurangi rasa marahnya. Aku hanya menyuruhnya untuk beristighfar dan bersholawat, supaya Allah melonggarkan dadanya.

Aku jadi ingat ayahku. Sewaktu kecil beliau hanyalah seorang tukang jahit yang gajinya sangat kecil, kamipun waktu itu tinggal di sebuah rumah kontrakan kecil di salah satu gang di daerah Banyu Urip, Surabaya. Walaupun serba sederhana, anehnya aku tidak merasa kekurangan, ayah dan ibu membuat kami (istri dan ketiga anaknya) selalu mensyukuri hidup kami. Bahkan sampai sekarang ayah masih begitu perhatian kepadaku, anak pertamanya yang bahkan sudah mempunyai dua orang anak.

Ayah selalu berusaha membahagiakan kami walaupun dengan cara yang bersahaja. Mengajak kami bermain ke taman-taman kota atau pergi ke toko buku (walaupun seringkali kami tidak membelinya dan hanya membaca-bacanya saja disana), atau mengajak kami berkeliling kota naik bis tumpuk*, makan kupang di Aloha, beli es krim di Toko Nam. Wah, pokoknya senang deh.

Di keadaan yang sulitpun ayah tetap berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi kami, anak-anaknya. Kami di sekolahkan di sekolah-sekolah yang terbaik, terutama buat aku yang hobi les niiih :D, minta les ini itu, semua di oke-in aja sama ayah. Bagi ayah yang terpenting adalah kami menjadi anak-anak yang sholih dan pintar. Entahlah bagaimana cara ayah mencari uang, dulu aku tidak pernah memikirnya, tapi aku bisa merasakan betapa beliau bekerja keras demi memenuhi kehidupan kami. Baru beberapa tahun terakhir ini aku bisa membayangkan gores-gores kelelahan diwajahnya waktu itu, tapi sampai saat ini pun aku tidak pernah mendengar beliau mengeluh, walaupun kami semakin menyadari begitu kerasnya kehidupan yang beliau jalani. Bahkan sampai sekarang pun, beliau masih saja memberi dan memberi kepada kami.

Ketika ayah belum bisa memenuhi permintaan kami akan sesuatu yang kami inginkan, yang keluar dari mulutnya bukan kekesalan atau kemarahan, tetapi doa, selalu doa, "Sabar ya nak, insyaAllah lain kali kita bisa beli. Kita berdoa dulu ya..." Rasa keyakinan pada Allah dan optimisme yang tinggi itulah yang membuat kami tidak mudah menjadi pribadi yang lemah ketika dilanda kesempitan. Justru biasanya ketika kami berkumpul, lalu ada salah satu dari kami yang mengeluh biasanya akan menjadi bulan-bulanan dan bahan gojlokan** tapi hanya sekedar bercanda lho ya... Bukan untuk mengejek :D

Lalu ketika menginjak remaja dan keadaan ekonomi keluarga kami membaik, disela-sela kesibukannya yang padat ayah masih selalu menyempatkan waktu untuk berkumpul bersama kami, ibu dan ketiga anaknya. Untuk sekedar makan, ke toko buku (our favorite place) atau mengajak kami refreshing, paling sering sih ke kota Batu, Malang, bahkan seringkali kami tidak hanya berlima tapi juga bersama sepupu-sepupu atau bahkan teman-temanku.

Ayah paling rajin menelepon aku, juga ibu dan adik-adik, sekedar menanyakan kami ada dimana, sedang apa, bersama siapa, ngapain, lalu ayah akan selalu menyempatkan untuk menjemput kami untuk diajak pulang sama-sama, entah saat sedang dikampus ataupun saat sedang jalan di mall. Sepertinya ayah selalu mencuri waktu untuk bertemu dengan kami diberbagai kesempatan untuk sekedar mengobrol atau bertemu, mungkin ayah merasa aman jika kami selalu dalam pengawasannya. Kalau aku sih tidak pernah keberatan jika dijemput ayah kemana-kemana, lumayaaaaan ongkos jalan bisa dibuat jajaaaan, hihihi...

Kalau ada film yang bagus dan kami ingin menontonnya, biasanya kami diantar oleh ayah ke bioskop lalu nanti dijemput lagi kalau filmnya sudah selesai. Ayah tidak suka menonton film, pernah kami memaksa ayah untuk menemani kami menonton Space Jam (harap maklum, kami ini remaja tahun 90-an penggemar Michael Jordan), bukannya nonton eh malah ngorok disebelah, hadeeeeh...

Ayah juga seorang yang penyabar, tidak pernah marah, jika kami berbuat kesalahan, biasanya kami hanya diajak bicara dan ditunjukkan konsekuensi dari perbuatan kami. Sikap ayah yang begitu saja sudah membuat kami takut, apalagi kalau marah-marah ya... Hiiiiii... Beliau juga demokratis, terbuka menerima masukan, tidak suka mengatur, tidak pernah terlalu cerewet menyuruh ini itu atau melarang ini itu, apalagi untuk masalah yang kecil-kecil. Asyik banget deh pokoknya. Mungkin itu yang membuat kami menjadi pribadi yang free spirit tapi tetap berusaha dijalur yang benar.

Senangnya, setiap pulang kerja ayah sering sekali membawa oleh-oleh. Martabak, terang bulan (martabak manis, begitu biasa disebut di Jakarta), es kacang ijo, es krim, McD, pizza, JCo, dan apa saja request dari kami selama ayah sempat pasti dibelikan. Terima kasih ayah, we will never forget that.

Ayah juga tidak manja, sesekali saja aku melihat ayah meminta tolong ibu melakukan sesuatu seperti mengambilkan makan atau minum, biasanya karena beliau sedang lelah, itupun dengan cara yang sangat lembut. Makanya waktu menikah dengan suami, aku sempat shock. Gile, suami gue tukang perintah. Sampai sekarang aku masih sering merasa kesal jika suamiku menyuruh atau istilah dia "minta tolong" ini itu padaku atau anak-anak untuk melakukan hal-hal yang mestinya dia bisa lakukan sendiri, apalagi dia tidak sedang berhalangan apapun alias duduk aje, itukan malas namanya dan memberikan contoh yang tidak baik kepada anak-anak. Bukan tidak ingin menuruti perintah suami, tapi aku sudah berusaha mendidik anak-anak untuk mandiri, bertanggung jawab pada diri sendiri, tidak boleh meminta tolong jika mereka bisa mengerjakan sendiri, eeeeeh bokapnye begitu? Kan kontraproduktif jadinya. Hmmm... *curcol :D *

Ayah, He's not always right tapi beliau lebih banyak benar ketika memberikanku nasehat. Mungkin karena pengalaman beliau yang sudah banyak makan asam garam kehidupan. Beliau juga tempat curhat yang asik, ketika ada masalah aku merasa lebih tenang setelah berbicara padanya because he never judge, selalu mendukungku menjadi orang yang lebih kuat dan sabar, juga harus mandiri.

Aku hanya berharap disisa umurku ini masih bisa membahagiakan dan membanggakan ayah dan ibu. Semoga mereka juga memaafkan semua kesalahan dan kekhilafanku. I don't know, aku selalu merasa kematian itu sangat dekat. Semoga Allah mengampuni segala dosaku dan dosa-dosa kalian semua ya... ;) Aamiin...!

bis tumpuk* = bis tingkat
gojlokan** = ejekan/bulan-bulanan

Comments

Popular posts from this blog

Raport

"Kenapa Adek butuh nilai?" "Untuk raport." "Supaya?" "Bisa ikut ujian." "Supaya?" "Dapet ijazah." "Supaya?" "Dapet kerja, mungkin..." "Kan Adek mau jadi gamers, emang butuh ijazah?" "Nggak juga sih..." "Lagian siapa yg mau kerja boring kayak ayah gitu." "Tanggung jawab, nak untuk keluarga." "Ooo, oke!" (+_+) posted from Bloggeroid

Alhamdulillaah...

Baru dapat rejeki, eh malem-malem ada yang ketok pintu mau pinjam uang. Mungkin duitnya emang dititipin oleh Allah buat dipinjemin dulu kali ya... Kira-kira itu duit bakal dibalikin nggak ya sama orangnya? Hadeeeeh, ikhlas nggak sih sebenarnyaaaaa? Hiks :D

Secepat Mobil?

Ibu : Anak-anak, mulai besok kita belajar matematikanya ngebut ya? Sepertinya kita agak ketinggalan nih... Adek : Secepat mobil supersonic atau mobil F1? Gubrak ( )(^^)( ) posted from Bloggeroid